Sabtu, 02 Mei 2009

Telaah Pemikiran Ali Syari'ati

KONSEP FILSAFAT SOSIAL DALAM ISLAM MENURUT PEMIKIRAN ALI SYARI’ATI

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemikiran, ide, maupun gagasan cemerlang yang lahir dari seorang pemikir tak bisa dilepaskan dari ruang sosio-politik dan kultural dimana ia hidup. Pemikiran adalah buah interaksi individu dengan realitas. Suatu pemikiran akan kehilangan baju historis dan ruh inspirasinya bila diisolasikan dari ruang dan waktu dimana ia lahir. Filsafat sosial Ali Shari’ati pun demikian. Shari’ati tak bisa dilepaskan dari konteks Iran. Pergolakkan dan krisis di Iran era 60-70-an adalah “ibu kandung” filsafat sosial Shari’ati.

Shariati dilahirkan pada 1933 di Mazinan, sebuah suburban dari Sabzevar, Iran. Ayahnya seorang pembicara nasionalis progresif yang kelak ikut serta dalam gerakan-gerakan politik anaknya.
Ketika belajar di Sekolah Pendidikan Keguruan, Shariati berkenalan dengan orang-orang muda yang berasal dari golongan ekonomi yang lebih lemah, dan untuk pertama kalinya ia melihat kemiskinan dan kehidupan yang berat yang ada di Iran pada masa itu. Pada saat yang sama ia pun berkenalan dengan banyak aspek dari pemikiran filsafat dan politik Barat, seperti yang tampak dari tulisan-tulisannya. Ia berusaha menjelaskan adn memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat-masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam yang tradisional, yang terjalin dan dipahami dari sudut pandang sosiologi dan filsafat modern. Shariati juga sangat dipengaruhi oleh Moulana Rumi dan Muhammad Iqbal.

Ia mendapatkan gelar kesarjanaannya dari Universitas Mashhad, kemudian ia melanjutkan studi pasca-sarjananya di Universitas Paris. Di sana ia memperoleh gelar doktor dalam filsafat dan sosiologi pada 1964. Lalu ia kembali ke Iran dan langsung ditangkap dan dipenjarakan oleh penguasa Kekaisaran Iran yang menuduhnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan subversif politik ketika masih di Prancis. Ia akhirnya dilepaskan pada 1965, lalu mulai mengajar di Universitas Mashhad. Kuliah-kuliahnya jadi populer di antara mahasiswa dari semua kelas sosial, dan hal ini kembali mengundang tindakan oleh penguasa Kekaisaran yang memaksa Universitas untuk melarangnya mengajar.

Shariati lalu pergi ke Tehran dan mulai mengajar di Institut Hosseiniye Ershad. Kuliah-kuliahnya kembali sangat populer di antara mahasiswa-mahasiswanya dan akibatnya berita menyebar dari mulut ke mulut hingga ke semua sektor ekonomi masyarakat, termasuk kelas menengah dan atas yang mulai tertarik akan ajaran-ajaran Shariati.

Pihak Kekaisaran kembali menaruh perhatian khusus terhadap keberhasilan Shariati yang berlanjut, dan polisi segera menahannya bersama banyak mahasiswanya. Tekanan yang luas dari penduduk Iran dan seruan internasional akhirnya mengakhiri masa penjaranya selama 18 bulan. Ia dilepaskan oleh pemerintah pada 20 Maret 1975 dengan syarat-syarat khusus yang menyatakan bahwa ia tidak boleh mengajar, menerbitkan, atau mengadakan pertemuan-pertemuan, baik secara umum maupun secara pribadi. Aparat keamanan negara, SAVAK, juga mengamati setiap gerakannya dengan cermat.

Shariati menolak syarat-syarat ini dan memutuskan meninggalkan negaranya dan pergi ke Inggris. Tiga minggu kemudian, pada 19 Juni 1977, ia dibunuh. Muncul spekulasi bahwa ia dibunuh entah oleh agen-agen SAVAK atau oleh para pendukung Ayatollah Khomeini yang terlalu fanatik, yang terkenal sebagai penentang keras sikap Shariati yang revolusioner, yang anti-klerus dan mendukung nilai-nilai egalitarian

Shariati dianggap sebagai salah satu pemimpin filosofis paling berpengaruh dari Iran di masa pra-revolusi. Pengaruh dan popularitas pemikirannya terus dirasakan di seluruh masyarakat Iran bertahun-tahun kemudian, khususnya di antara mereka yang menentang rezim Republik Islam
Pemahaman Islam yang ditawarkan Ali Syari’ati berbeda dengan pemahaman mainstreem saat itu. Islam yang dipahami banyak orang di masa Syari’ati adalah Islam yang hanya sebatas agama ritual dan fiqh yang tidak menjangkau persoalan-persoalan politik dan sosial kemasyarakatan. Islam hanyalah sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak menyentuh sama sekali cara yang paling efektif untuk menegakkan keadilan, strategi melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas (mustad’afîn). Islam yang demikian itu dalam banyak kesempatan sangat menguntungkan pihak penguasa yang berbuat sewenang-wenang dan mengumbar ketidakadilan, karena ia bisa berlindung di balik dogma-dogma yang telah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi kepentingannya.

Dalam konteks situasi politik saat Syari’ati hidup, wacana Islam mainstreem itulah yang digunakan oleh sebagian besar ulama untuk mendukung kekuasaan rezim Syah. Ketika rezim Syah menindas rakyatnya, para ulama rezimis tersebut tidak mampu berbuat apa-apa untuk kepentingan rakyat. Justru ulama itu dipaksa untuk terus-menerus memberikan justifikasi keagamaan atas kebijakan-kebijakan Syah. Syari’ati menganalogkan Islam yang demikian itu sebagai Islam gaya penguasa (Islamnya Usman, Khalîfah ketiga Islam).

B. RUMUSAN MASALAH

Suatu aksi atau gerakan merupakan akumulasi dari keseluruhan pemikiran yang terfokus. Artinya, suatu kegiatan tidak akan berhasil manakala tidak ditopang oleh kesiapan yang komprehensip. Ali Syari’ati dalam upaya mewujudkan cita-citanya tidak terlepas dari konsep pemikirannya yang cukup kompetibel. Keyakinannya akan segala kuasa Allah menjadi pondasi yang sangat kuat untuk senatiasa berkarya dan berjuang.

Rumusan penelitian ini berkisar pada kajian tentang filsafat sosialis Ali Syari’ati dan analisis terhadap pemikirannya. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada dua hal yang erat kaitannya dengan dasar pemikirannya. Lebih spesipiknya, rumusan ini dibuat dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Filsafat sosial Ali Syari’ati?

2. Bagaimana analisis kritis terhadap Filsafat sosial Ali Syari’ati?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemikiran Filsafat sosial Ali Syari’ati.

2. Untuk mengetahui analisis kritis terhadap Filsafat sosial Ali Syari’ati.



D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi jurusan Hukum Islam

2. Diharapkan jadi pemicu bagi penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang pemikiran Ali Syari’ati.

3. Diharapkan mampu menggali kebenaran sejarah tentang keyakinan yang menjadi dasar perjuangan Ali Syari’ati.


E. TINJAUAN PUSTAKA

Belum penulis temukan penelitian terdahulu tentang pemikiran filsafat sosial Ali Syari’ati khususnya dalam bahasa Indonesia, dan karya-karya Ali Syari’ati biasanya tertulis dalam ceramah-ceramah yang terpisah-pisah. Adapun karya ilmiah yang membicarakan pemikiran Ali Syari’ati :

1. Himpunan ceramah Ali Syari’ati, TENTANG SOSIOLOGI ISLAM, Ananda, Yogyakarta, 1982.
Dari tinjauan pustaka di atas, maka masih banyak yang perlu digali dan banyak celah kosong yang bisa diteliti oleh penulis tentang pemikiran Ali Syari’ati (Analitis Induktif)


F. KERANGKA TEORITIK

Pada masa Ali Syari’ati hidup adalah masa dimana umat muslim menganggap bahwa islam adalah hanya sebatas agama ritual dan fiqih semata yang tidak menjangkau persoalan-persoalan politik dan sosial kemasyarakatan. Islam hanyalah sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak menyentuh sama sekali cara yang paling efektif untuk menegakkan keadilan.

Harus diakui, bila melacak sumber pemikiran Shari’ati, maka akan ditemukan sebuah panorama yang menunjukkan sebuah keterbukaan (inklusifitas) rujukan. Shari’ati, secara tidak sungkan-sungkan mengutip dan memetik berbagai khazanah pemikiran, baik dari tradisi Barat, Timur maupun Islam.

Dalam banyak karya Shari’ati, bisa dijumpai nama-nama pemikir besar yang ia rujuk, seperti Durkheim, Fanon, Sartre, Heidegger, Marx, Nietzche, Bergson dari tradisi pemikiran Barat, Radakrishnan dari tradisi pemikiran India (Timur), atau Rumi dari tradisi pemikiran Islam.
Keterbukaan dalam rujukan mengantarkan Shari’ati pada suatu gaya (style) berfikir eklektis. Eklektisme, sebagai suatu gaya berfikir, telah dipraktekkan oleh banyak filosof muslim, seperti al-Kindi, pada era filsafat Islam klasik, atau Mohammad Iqbal, pada kurun Modern.

Dalam meramu pemikirannya dengan bahan ide yang kaya, Shari’ati memiliki sikap mendua. Di satu sisi menerima, namun di sisi lain mengkritik habis suatu pemikiran. Kepekaan paradoksal Shari’ati ini bisa dimengerti dari motif dasar kerangka berfikirnya. Motif terdalam yang menggugah Shari’ati adalah motif praxis, yaitu pembebasan, khususnya pembebasan rakyat Iran dari despot-tirani Shah Iran. Maka baginya, perlu sebuah pemikiran yang bisa menjadi ideologi pembebasan yang mampu mengubah kondisi sosio-politik secara revolusioner. Oleh karena itu, Shari’ati selalu melihat segala khazanah pemikiran dari perspektif pembebasan tersebut.


G. KERANGKA KONSEPSIONAL

Variabel Bebas : Filsafat Pemikiran, Perubahan, Pengembangan.
Variabel Tidak bebas : Pemikiran Ali Syari’ati mengenai Filsafat Sosial.
Variabel Antara : Latar belakang Budaya, Ekonomi, Pendidikan Agama.

H. HIPOTESIS

Menurut Shari’ati, revolusi sosial bukan hanya suatu keharusan tapi juga suatu keniscayaan. Pemikirannya ini didasarkan pada teori determinisme-historis. Dalam teori tersebut, sejarah masyarakat manusia bergerak secara siklis, dimana tahap pertama merupakan masa jaya sistem Habil. Selanjutnya, pada tahap kedua, terjadi pergeseran. Masyarakat dikuasai sistem Qabil. Di akhir tahapan, sistem Habil kembali merebut kendali masyarakat. Transisi antara tahap kedua dan tahap ketiga berbentuk revolusi sosial. Revolusi sosial berarti bahwa pelaku utama revolusi tersebut adalah massa atau rakyat (al-nas). Kendalanya, al-nas tak selalu sadar akan kondisi ketertindasan mereka dalam masyarakat Qabilian. Oleh karena itu, dibutuhkan figur yang “memicu dan menumbuhkan” kesadaran akan adanya konflik dialektis di masyarakat. Figur tersebut adalah rausyanfikr. Rausyanfikr bekerja tidak dengan tangan kosong. Ia menggerakkan kesadaran revolusioner massa dengan instrumen ideologi. Jadi, aktor proses kelahiran revolusi sosial adalah rausyanfikr, dan pelaku gerakan revolusinya sendiri adalah al-nas (massa, rakyat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar