Senin, 18 April 2011

no title

Dua jalan bercabang di hutan yang menguning,

Maaf aku tidak bisa melewati dua-duanya

Sebagai satu-satunya pengelana, lama aku berdiri

Menatap salah satunya sejauh mungkin

sampai jalan itu berbelok di semak-semak.

Lalu kupilih jalan yang lain, sama rupa dan wujudnya,

Mungkin malah tampak lebih baik,

Karena jalan itu berumput dan ingin dipijak;

Meski lalu-lalang di tempat itu

Telah sama-sama mengubah keduanya

Pagi itu dua jalan sama-sama terbentang

Tertutup daun-daun yang tak pernah terinjak.

Oh, kusimpan yang pertama untuk lain hari!

Meski melihat dari pengalaman,

Aku ragu apakah aku akan kembali.

Dengan berat aku bercerita

Pada masa yang teramat lampau:

Dua jalan bercabang di hutan, dan aku...

Aku memilih jalan yang jarang dilalui orang,

Dan pilihanku sudah membuat perbedaan besar

Jumat, 29 Mei 2009

Generasi Alternatif ?

sebenarnya waktu dikasih tau soal judul ini untuk bahan lomba debat antar jurusan, aq benar2 g bsa menggambarkan dalam pikiran seperti apa generasi alternatif ini, sehingga aq benar2 menyimak ketika waktu moderator mulai menjelaskan soal tema ini, tapi apa yang di jelaskan oleh moderator menurut aq masih terlalu mengglobal, dan judul ini sangat abstrak, sehingga secara personal saya tidak tertarik dengan judul ini, karena judul ini seperti sesuatu jalan keluar yang mutlak adanya atas segala kompleksitas yang terjadi di indonesia, dan aku lebih tertarik kepada apa yang menyebabkan kompleksitas itu sendiri......

ok, debat dimulai dengan mengemukakan pendapat masing-masing fakultas soal generasi alternatif (ya ampunnn suer dah..waktu dsni gw jd ngantuk) dan dsni semuanya mengemukakan bahwa generasi alternatif adalah generasi yang baru, generasi yang mampu menjawab segala persoalan-persoalan di indonesia, yang kemudian menjadi pertanyaan, apa kita mampu melahirkan generasi itu?

Sejujurnya gw lebih tertarik klo membicarakan tentang indonesia dan kompleksitas-kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain, dan tidak bisa dipisahkan ketika kita menginginkan sebuah perubahan, gw akan coba untuk menulis beberapa masalahnya.

Yang pertama yaitu soal pendidikan, tentang sejarah pendidikan di Indonesia dimulai ketika pada masa penjajahan belanda, pada waktu itu mereka kekurangan tenaga professional untuk mengisi posisi-posisi penting di bidang hukum, kedokteran, dan industry. Sehingga diciptakanlah “politik etis” yang menurut meniir-meniir bule ini adalah sebagai balas budi kepada bumi putera yang telah merelakan buminya untuk dijajah, tetapi yang kemudian yang terjadi adalah bumi putera dididik untuk menjadikan mereka sebagai buruh-buruh professional, dan ini terbawa-bawa sampai saat ini, mental buruh sudah mendarah daging di kepala setiap inlanders.

Yang kedua, soal epoch…. Hm…. Apa ya bahasa indonesianya? Gw artiin zaman aja deh, di dunia barat, mereka melalui fase-fase yang jelas, mulai dari zaman feudal, zaman pencerahan, sampai ke kapitalis, sedang di Indonesia fase ini tidak jelas, ketka semestinya sudah menjadi masyarakat industry, masih ada masyarakat yang tunduk terhadap kerajaan, artinya ada ketidak seimbangan kebudayaan di Indonesia, mungkin pada saat ini di mal-mal orang berbelaja tinggal gesek aja untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi jika kita melihat di gunung kidul, masih ada orang yang untuk memenuhi kebutuhan mereka menggunakan barter, ketimpangan budaya menurut aku adalah penyebab terciptanya pola pikir masyarakat yang pragmatis. Sehingga walaupun kita menjadi pemberontak yang setiap harinya turun kejalan, tidak ada gunanya ketika masih ada ketika masih ada orang yang berpikir “ngapain susah-susah turun ke jalan, kayak kurang kerjaan aja”

Yang ketiga, dibidang keagamaan, di Indonesia terutama islam, terjebak kedalam politik-poitik aliran, dan patronase yang menyuburkan sikap pragmatis tadi. Sehingga walaupun musim adalah mayoritas, kita tidak mempunyai kekuatan untuk membuat sebuah perubahan.

Ughhh….. ribet ya? Ya itulah Indonesia..
Bagi temen-temen yang menginginkan perubahan kita tidak bisa kemudian memusatkan perubahan itu pada satu masalah, dan yang paling penting yang harus kita camkan bahwa “REVOLUSI BUKANLAH RITUS PEMBERHALAAN SEJARAH PARA IDEOLOG ATAUPUN POITISI BESAR YANG TELAH MEMBACAKAN DIRI DIHADAPAN INGATAN MANUSIA MODERN”

Senin, 04 Mei 2009

Semi Feudal in Indonesian Political system

Dedicated to My Big Love”
Semi-Feudal In Indonesian Political System
Ade The Great

On puorrait nommer philosophie autocratique des techniques celle qui prend l’ensemble technique comme un lieu ou l’on utilize les machines pour obtenir de la puissance. La machine est seulement un moyen; la fin est la conquete de la nature, la domestication des forces naturelles au moyen d’un premier asservissement: la machine est un esclave qui sert a faire d’autres esclaves. Un pareille inspiration domininatrice et esclavagiste peut se rencontrer avec uni requite de liberte pour l’homme. Mais il est difficile de se liberer en transferant l’esclavage sur d’autres etres, homes, animaux ou machines; regner sur un people de machines asservissant le monde entire, c’est encore regner, et tout regne suppose l’acceptation des schemes d’asservissement
(Gilbert Simondon, Du Mode d’existence des objets techniques)

There’s a politic sociological indication which happens in recent political situation, that’s semi-feudalism in our political system. An illegal passenger (penumpang illegal alias Rombongan Liar-‘Romli’) in political system, it uses to describe someone who uses family power, family name, biological clan, as an instrument to hold the power, to become legislative, governor, and the other political positions.

The illegal passenger is sister, brother, or nephew who becomes legislative exploit the authority and the popularity of family and maybe parent’s popularity. Meanwhile, the illegal passenger has not political capability, has nothing for the nation and the state. Because many illegal passengers in Indonesia, we can call them ‘feudal generation’.

This feudal generation, of course can’t be hoped become politician with independent mentality and be autonomous for health and natural competition when this feudal generation has to compete with the citizens who come from their ability, their strength without popularity of family, without nepotism and feudal links.

This feudal generation is being used by the bigger political force, the patron, patrons who gave them the enjoyable way to hold the power. The patrons, absolutely will tell, ask, and insist the feudal generation to do something or maybe many things for the patron’s interest. And I think it’s not good for Indonesian people, and also hurts all Indonesian people. In fact, Indonesian political phenomenon can’t ‘escape’ from dynastic culture and semi-feudalism. I think when Indonesian people were doing National Movement and Independent Revolution; they wanted to destroy the dynastic culture and feudalism, beside Colonialism and Imperialism. In history record, those feudal elements can survive, and have protection from people who claim that they are democrat, with their egalitarian banners. The real Democracy can’t stand well in dynastic-feudal encirclement.

Many legislative members, the new comers have link with people who hold the power; their parents are famous politician or hold high politician position in our political system, they are feudal generation. They are: Edhie Baskoro Yudhoyono the son of Susilo Bambang Yudhoyono (President of Indonesia-Democrat Party), Puan Maharani the daughter of Megawati Soekarno Putri (former president of Indonesia-Indonesia Democratic Party-Struggle), Aditya Moha the son of Marlina Moha (Regent of Bolaang Mongondow/ Fuctional Group Party), Vanda Sarundajang the daughter of SH Sarundajang (Governor of North Sulawesi-Indonesia Democratic Party-Struggle), Awang Ferdian Hidayat the son of Awang Faroek Ishak (Governor of East Kalimantan), Karolin Margret Natasa the daughter of Cornelis ( Governor of West Kalimantan), Aditya Mutfi Ariffin the son of Rudy Ariffin (Governor of South Kalimantan), and many else, include the son of Agung Laksono, Amien Rais, etc.

The feudal generation could win the legislative election because their parent, their families are high state functional, or famous politicians (famous is different form good). Their parent used bureaucracy machine to influence voters to choose their children in legislative election.

Health democratic political system will create Meritocratic society: honorable position is only given to great people, people who have ability, capability, and other high criteria. Reformation movement eleven years ago had slogan anti-KKN (Corruption, Collusion, and Nepotism), Ironic, nowadays Indonesia political system contains corruption, collusion, and nepotism. Political pragmatics damages the destinations of reformation movement in 1998.

Actually after the proclamation of Indonesian Independency, there were some political parties which anti-feudalism, in political theoretic and political practices. They were, Masyumi Party, Communist Party of Indonesia, Socialist Party, and Catholic Party. Poor us, we don’t have any political parties which anti-feudalism in political theoretic and political practices nowadays.

Why do we have semi-feudal in political system? Maybe, first, recent political parties and political elites don’t like to learn from history. Don’t have desirability to continue the founding father’s political views about feudalism. Second, pragmatism culture has been covering their heart for long time; so that they don’t feel shy create the feudal generation, in which I believe it can make negative effects in our political system.

by...Rsyad ade irawan

Minggu, 03 Mei 2009

PEPSI N COCA COLA

Pepsi dan Coca Cola Mengandung Ekstrak Babi - TERBUKTI!! Baca dan Sebarkan!!!

Berita Buruk / Mengejutkan :

Pepsi dan Coca Cola mengandung ekstrak babi.

Kebanyakan orang2 tidak mengkonsumsi Pepsi dan Coca-Cola karena kandungan unsur kimia didalamnya yang sangat membahayakan tubuh seperti excessive carbonates, dll.

Namun, sekarang, tidak ada alasan yang lebih berbahaya lagi selain informasi berikut. Para ilmuwan dan peneliti di bidang kesehatan menyatakan bahwa mengkonsumsi Pepsi & Cola dapat mengakibatkan kanker dikarenakan bahan dasar pembuatannya berasal dari daging babi.

Babi adalah satu-satunya binatang yang mengkonsumsi sampah, kotoran hewan, dan urine. Pola makan babi ini menghasilkan tumbuhnya bakteri dan kuman yang sangat mematikan.

Berdasarkan laporan yang ditulis dalam Jordanian magazine, Rektor Delhi University Science and Technology, Dr. Mangoshada, secara ilmiah telah membuktikan bahwa bahan dasar pembuatan Pepsi dan Cola mengandung ekstrak yang berasal dari isi perut babi yang dapat mengakibatkan kanker dan penyakit mematikan lainnya.

Indian university menyelenggarakan uji terhadap dampak pengkonsumsian Pepsi dan Coca Cola. Hasil uji ini membuktikan bahwa pengkonsumsian Pepsi dan Coca memicu pada peningkatan kecepatan denyut jantung dan tekanan darah rendah.

Dan juga, pengkonsumsian 6 botol Pepsi atau Cola sekaligus dapat mengakibatkan kematian. Pepsi dan Coca Cola mengandung unsur2 kimia seperti: carbonic and phosphoric acids, citric acid yang dapat merusak gigi dan mengakibatkan kerapuhan pada tulang. Jika tulang (tulang disini adalah tulang yang berasal dari kerangka2 mayat yang telah dikuburkan selama 30 tahun) diletakkan dalam segelas Pepsi, maka tulang tersebut akan lumer selama 1 minggu.

Penelitian ini menetapkan bahwa calsium dapat larut dalam Pepsi dan Pepsi juga dapat melemahkan kandung kemih, ginjal, dan 'membunuh' pankreas dimana hal ini dapat mengakibatkan penyakit diabetes dan infeksi.

Penggemar Pepsi atau Coca-Cola, anda tidak perlu cemas karna masih banyak minuman-minuman lain di bumi ini, dan kita juga punya banyak alternatif minuman kesehatan seperti: jus buah, air kelapa, berbagai macam susu, dll, dan minuman2 ini juga sangat mudah didapatkan, bahkan di toko2 kecil skalipun.

MOHON SEBARKAN PESAN INI KEPADA SELURUH TEMAN DAN KONTAK YANG ADA DI MAIL ADDRESS ANDA

Sumber lain bisa didapatkan melalui www.tanyagoogle. com, silahnkan cari mengenai Dr. Mangoshada